Lelaki itu tiada mempunyai wajah yang tetap, tetapi sebenarnya ia ada. Ia selalu bersembunyi di balik rerimbunan kalimat yang dibuat di jalan-jalan sejarah. Ia mengamati langit, bumi, matahari, rembulan, kepekatan dan darah dari balik gumpalan kabut yang diciptanya sendiri…."Siapakah… lelaki… itu? Di…di… mana… dia?"
"Kau hanyalah bayangan yang menarikan tari kebajikan untukku. Memahatkan senyap yang menggigil dalam kalbu…," Lelaki itu mengusir perih yang sesaat menusuk batinnya. Ia menarik napas panjang beberapa lama.
Dan mereka masih saja bertanya dengan tubuh meremang dan suara darah: "Si…siapa… dia? Me…mengapa kalian belum juga… menangkapnya?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar